Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya dan Menlu Kamboja Hor Namhong akan melanjutkan pembahasan mengenai penyelesaian sengketa perbatasan kedua negara termasuk kerangka acuan (TOR) yang diajukan Indonesia tentang tim peninjau ke daerah perbatasan yang disengketakan, seusai rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-18 ASEAN.

Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva dalam keterangan persnya di sela-sela pelaksanaan KTT ke-18 ASEAN di Balai Sidang Jakarta, Minggu, menegaskan keperluan kedua negara guna membahas detil dari TOR serta syarat yang diajukan oleh pemerintah Thailand kepada pemerintah Kamboja.

"Jadi kami telah sepakat bahwa menteri luar negeri kami akan tinggal satu hari lagi di Jakarta sehingga mereka dapat membahas mengenai bagaimana cara mengintegrasikan proses perundingan bilateral dengan atau tanpa fasilitasi dari Indonesia, serta finalisasi dan operasionalisasi pengiriman tim pemantau ke kawasan guna mencegah konflik serupa terjadi," katanya.

Menurut PM Abhisit, dalam pertemuannya dengan PM Kamboja Hun Sen yang difasilitasi oleh Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono selaku Ketua ASEAN, kedua belah pihak masih memiliki sejumlah perbedaan pandangan sekalipun telah memandang pengiriman tim pemantau perbatasan dari Indonesia, serta lokasi penempatan pasukan dan pos militer sebagai bagian dari gambaran besar penyelesaian sengketa perbatasan yang harus dibahas dalam satu paket.

"Karena apa yang kami lakukan saat ini bukan untuk memperoleh poin secara politik, ?tujuan akhirnya adalah mencapai perdamaian yang abadi sehingga rakyat kedua negara dapat hidup damai berdampingan di sepanjang perbatasan Thailand-Kamboja," kata Abhisit yang menyampaikan pandangannya selama lebih kurang 25 menit dalam Bahasa Inggris.

Dalam keterangannya itu PM Thailand masih bersikukuh bahwa pemerintah Thailand akan menandatangi TOR tersebut apabila pemerintah Kamboja menarik pasukannya dari wilayah yang menjadi sengketa.

Ia mengatakan bahwa dalam laporannya ke Mahkamah Internasional terkait penerapan dari Keputusan 1962 Kamboja juga meminta Mahkamah Internasional mengabulkan permohonannya agar Thailand menarik pasukan dari kawasan itu.

"Jadi saya tidak mengerti mengapa Kamboja tidak dapat menerima fakta bahwa ada keperluan untuk kedua belah pihak membahas mengenai isu penarikan pasukan dari kawasan sensitif," katanya.

Sementara itu PM Kamboja Hun Sen yang memberikan keterangan pers sekitar dua jam sebelumnya menyebutkan pertemuan dengan PM Abhisit dan Presiden Yudhoyono tersebut bukanlah sebuah diskusi dua pihak antara Thailand dan Kamboja karena melibatkan Indonesia sebagai Ketua ASEAN.

Hun Sen menegaskan keinginan Kamboja agar segala pembicaraan untuk menyelesaikan sengketa perbatasan di Candi Preah Vihear yang terletak di ketinggian 525 meter, dengan jalan turun berada di wilayah Kamboja, dan sebagian lainnya di wilayah Thailand itu harus melibatkan peran Indonesia dan ASEAN.

Apalagi, menurut dia, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah memutuskan agar masalah perbatasan kedua negara tetangga itu harus diselesaikan terlebih dahulu dalam forum ASEAN sebelum dibawa ke PBB.

Hun Sen juga menyatakan setelah Thailand menandatangani kerangka acuan yang diajukan Indonesia untuk penempatan pengamat, maka Kamboja kapan pun siap untuk memulai pembicaraan dengan Thailand melalui suatu komite perbatasan.

"Setelah Thailand menandatangani kerangka acuan itu, kita bisa mulai pertemuan segera satu hari atau satu jam setelah itu," ujarnya.

Namun, Hun Sen juga menegaskan posisi Kamboja yang tidak bisa menerima permintaan penarikan pasukan maupun orang-orang Kamboja dari wilayah Kamboja sendiri.

Meski demikian, ia juga menegaskan posisi Kamboja yang tidak ingin memperpanjang konflik bersenjata dan berkehendak segera mencari solusi damai.

Hun Sen mengakui atmosfer pertemuan antara Thailand dan Kamboja yang difasilitasi oleh Indonesia sebagai Ketua ASEAN sangat baik dan berharap tersedia solusi damai yang bisa segera diwujudkan.

"Untuk itu saya menyatakan terima kasih kepada ASEAN dan khususnya Indonesia untuk proaktif dalam masalah ini," demikian Hun Sen.