PM Libya Al-Baghdadi al-Mahmoud |
Menurut satu surat yang menjadi sumber berita surat kabar itu, rezim Presiden Libya, Muammar Gaddafi, siap untuk melakukan perundingan tanpa syarat dengan pemberontak, menyatakan bahwa amnesti bagi kedua belah pihak dan merancang sebuah konstitusi baru.
"Libya masa mendatang akan sangat berbeda dengan yang ada tiga bulan yang lalu," kata potongan artikel di harian itu.
Selain itu, Independent melaporkan, "Akan selalu ada rencana. Hanya sekarang kita mungkin perlu untuk mempercepat proses. Tapi, untuk melakukannya, kita harus menghentikan pertempuran, mulai berbicara, menyepakati konstitusi baru dan menciptakan sistem pemerintahan yang baik yang mencerminkan realitas masyarakat kita dan sesuai dengan tuntutan pemerintahan kontemporer."
"Siklus kekerasan harus diganti dengan siklus rekonsiliasi. Kedua belah pihak perlu insentif untuk keluar dari sudut mereka dan untuk terlibat dalam proses yang akan mengarah pada konsensus," catat Independent.
Serangan udara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) meningkat di Tripoli pada pekan ini, namun Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, dan Perdana Menteri Inggris, David Cameron, memperingatkan pada Rabu bahwa kemenangan tampaknya belum terjadi dalam waktu dekat.
Gencatan senjata sebelumnya dilanggar oleh Gaddafi, namun the Independent mengutip sumber pemerintah Inggris yang mengisyaratkan bahwa kekuatan Barat mungkin sekarang akan menerima gencatan senjata tanpa prasyarat Gaddafi pergi ke pengasingan.
Namun, baik Obama dan Cameron pada Rabu (25/5) menyatakan bahwa setelah pembicaraan di London, Gaddafi harus meninggalkan negara tersebut.
Dalam pesan yang dilihat oleh Independent, PM Libya meninggalkan kebijakan sebelumnya dengan tidak menyatakan bahwa Gaddafi menjadi bagian dari masa depan negara itu.
Ia berjanji untuk menunjuk sebuah komite eksekutif untuk "memprediksi gencatan senjata dan mengusulkan sebuah mekanisme untuk sebuah" dialog politik, kata pesan yang bocor itu.
"Sebuah proses rekonsiliasi akan dimulai yang akan mencakup amnesti dan kompensasi kepada semua korban konflik. Kami siap bicara untuk membantu memediasi gencatan senjata dan untuk memulai diskusi tentang masa depan dari bentuk pemerintahan konstitusional," ujarnya.
Ia menimpali, "Mari kita membuat peta jalan ke masa depan. Apa yang telah terjadi di Libya merupakan bagian dari rangkaian peristiwa yang lebih luas di seluruh dunia Arab. Kami memahami hal ini. Kami siap dan kita tahu apa yang diperlukan dari kita."
Libya telah terperosok dalam konflik berdarah, di mana pasukan Gaddafi melawan pasukan oposisi pemberontak sejak protes anti-pemerintah terjadi besar-besaran di pertengahan Februari 2011.
Sebuah campur tangan koalisi internasional pada 19 Maret meluncurkan serangan udara dan rudal di bawah mandat PBB yang bertujuan untuk melindungi warga sipil dari pasukan Gaddafi. Adapun NATO mengambil komando kampanye udara pada 31 Maret.
0 komentar:
Posting Komentar