Teheran (Fokus Internasional/ANTARA News) - Para pejabat Iran pada Selasa memperingatkan setiap serangan militer terhadap negaranya oleh beberapa negara-negara Barat berkaitan dengan program nuklirnya yang sensitif.

Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad mengatakan bahwa serangan militer AS terhadap negaranya akan membawa konsekuensi yang sangat disesalkan bagi para penyerang.

Ahmadinejad mengatakan, jika Amerika Serikat bersikap melawan Republik Islam, tanggapan bangsa Iran akan membuat Amerika menyesali apa yang dia lakukan, kata kantor berita setempat Mehr.

Dia mengecam pemerintah AS karena membuat tuduhan terhadap Teheran atas program nuklirnya, dengan mengatakan bahwa "hari ini, pemerintah AS berani menuduh Iran mengembangkan senjata nuklir, pada hal negara itu sendiri memiliki 5.000 bom atom."

Anggaran tahunan Iran telah mengalokasikan untuk riset nuklir sekitar 250 juta dolar AS sedangkan "Presiden AS (Barack Obama) tahun ini mengalokasikan 81 miliar dolar AS untuk memodernisasi bom atom negara itu sebagai tambahan anggaran nasional," katanya menurut laporan tersebut.

Ahmadinejad juga mengatakan bahwa "bangsa Iran tidak perlu bom atom untuk memotong tangan Amerika Serikat."

Dia menyerukan Washington untuk meninggalkan kebijakan bermusuhan terhadap Teheran.

Menteri Pertahanan Iran Brigadir Jenderal Ahmad Vahidi mengatakan pada Selasa, bahwa petualangan militer atau tindakan agresi terhadap Republik Islam akan menemui respon cepat dan menghancurkan, kata TV satelit lokal, Press.

Vahidi mengatakan pada upacara yang dihadiri oleh pasukan kepolisian di Teheran bahwa Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC) dan tentara memantau setiap aktivitas pasukan trans-regional di Teluk Persia dan Laut Oman.

"Petualangan dan setiap tindakan bermusuhan terhadap integritas teritorial Iran akan bertemu dengan respon yang menentukan, cepat dan menghancurkan dari angkatan bersenjata negara itu," katanya.

Vahidi menunjuk upaya AS untuk "menjelek-jelekkan" Iran dan meyakinkan negara-negara tetangga bahwa Iran adalah ancaman bagi keamanan mereka.

Vahidi juga mengatakan bahwa Washington bertujuan untuk mengambil kontrol dari gerakan Kebangkitan Islam, menjual senjata dan mengalihkan perhatian dari rencana-rencana yang menyenangkannya.

Ketua Majlis (parlemen) Iran Ali Larijani mengatakan pada Selasa bahwa kebijakan pemerintah Barat terhadap Iran kian ditingkatkan untuk menjadi perang psikologis, kata kantor berita resmi IRNA.

Meskipun Teheran berulangkali menegaskan bahwa program nuklirnya bersifat "damai", tetapi negara-negara Barat terus saja meningkatkan kekhawatiran bahwa Teheran akan menggunakan pengayaan uraniumnya untuk membuat senjata nuklir.

Ketegangan-ketegangan baru antara Iran dan Barat atas isu sensitif itu telah menyuarakan keprihatinan, bahwa Amerika Serikat dan Israel dapat mempertimbangkan melakukan serangan militer terhadap lokasi nuklir Iran.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan Senin, bahwa setiap serangan militer terhadap Iran akan menjadi kesalahan serius.

Mengomentari peringatan Israel bahwa operasi militer terhadap Teheran menjadi lebih mungkin, Lavrov mengatakan tindakan seperti itu akan penuh dengan konsekuensi tak terduga.

Satu-satunya cara untuk memecahkan masalah nuklir Iran adalah melanjutkan pembicaraan antara Iran dan enam kekuatan dunia, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, China dan Jerman, katanya.

Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak pada Selasa membantah laporan-laporan media baru-baru bahwa pemerintahnya sedang bersiap untuk menyetujui serangan militer terhadap situs nuklir Iran, dan mengatakan bahwa keputusan itu belum tercapai.

Harian Ha`aretz melaporkan pekan lalu bahwa Barak dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah melobi menteri kabinet dalam upaya untuk mengamankan mayoritas serangan terhadap Iran, meskipun ada penilaian bahwa respon Iran berpotensi mendatangkan malapetaka pada Israel.

Menolak laporan itu sebagai "tidak berdasar," Barak mengatakan bahwa wacana publik tentang masalah ini telah "membawa kampanye (media) tidak berdasar dan intimidasi yang berlebihan," demikian Xinhua dan OANA.