Menlu AS, Hillary Clinton |
Damaskus (ANTARA News) - Suriah, Selasa, menuduh Menteri Luar Negeri AS menghasut, setelah ia mengatakan Presiden Bashar Al-Assad telah kehilangan keabsahan dan hak untuk tetap memangku jabatan.
"Suriah dengan tegas mengutuk pernyataan menteri luar negeri AS yang antara lain kian membuktikan campur-tangan nyata Amerika Serikat dalam urusan dalam negeri Suriah," kata Kementerian Luar Negeri di Damaskus, dalam pernyataan yang disiarkan AFP.
"Pernyataan ini adalah tindakan penghasutan dengan tujuan melanjutkan krisis dalam negeri dan untuk tujuan yang tak mewakili kepentingan rakyat Suriah atau ambisi sah mereka," katanya.
Hillary Clinton pada Senin (11/7), setelah kedutaan besar AS dan Prancis di Damaskus dijadikan sasaran demonstrasi pro-pemerintah, mengatakan Bashar Al-Assad "telah kehilangan keabsahan" empat bulan setelah pemberontakan berdarah terhadap pemerintahnya.
"Presiden (Bashar) Al-Assad `bukan sangat diperlukan` dan kami sama sekali tak memiliki kepentingan jika ia ... tetap berkuasa," kata menteri luar negeri AS itu. "Dari sudut pandang kami, ia telah kehilangan keabsahan."
Hillary juga menuduh pemerintah Suriah "berusaha mengalihkan perhatian" dari apa yang dilakukannya "dengan membiarkan atau menghasut prilaku semacam ini" terhadap kedutaan besar Amerika dan Prancis. Ia menyatakan taktik itu "tak berhasil".
Namun, kendati berbicara keras, Hillary masih belum secara tersirat mendesak Bashar Al-Assad agar mundur, dan berkeras ada "perbedaan besar" antara Suriah dan Libya.
Serangan itu tampaknya dipicu oleh kunjungan kontroversial Duta Besar AS di Suriah Robert Ford dan Duta Besar Prancis Eric Chevallier ke kota Hama, yang telah dilanda protes anti-pemerintah di bagian tengah Suriah.
Kunjungan tersebut telah ditanggapi dengan kekesalan oleh pemerintah Suriah, yang menuduh mereka menyulut protes di daerah yang sudah bergolak, demikian AFP melaporkan.
"Suriah dengan tegas mengutuk pernyataan menteri luar negeri AS yang antara lain kian membuktikan campur-tangan nyata Amerika Serikat dalam urusan dalam negeri Suriah," kata Kementerian Luar Negeri di Damaskus, dalam pernyataan yang disiarkan AFP.
"Pernyataan ini adalah tindakan penghasutan dengan tujuan melanjutkan krisis dalam negeri dan untuk tujuan yang tak mewakili kepentingan rakyat Suriah atau ambisi sah mereka," katanya.
Hillary Clinton pada Senin (11/7), setelah kedutaan besar AS dan Prancis di Damaskus dijadikan sasaran demonstrasi pro-pemerintah, mengatakan Bashar Al-Assad "telah kehilangan keabsahan" empat bulan setelah pemberontakan berdarah terhadap pemerintahnya.
"Presiden (Bashar) Al-Assad `bukan sangat diperlukan` dan kami sama sekali tak memiliki kepentingan jika ia ... tetap berkuasa," kata menteri luar negeri AS itu. "Dari sudut pandang kami, ia telah kehilangan keabsahan."
Hillary juga menuduh pemerintah Suriah "berusaha mengalihkan perhatian" dari apa yang dilakukannya "dengan membiarkan atau menghasut prilaku semacam ini" terhadap kedutaan besar Amerika dan Prancis. Ia menyatakan taktik itu "tak berhasil".
Namun, kendati berbicara keras, Hillary masih belum secara tersirat mendesak Bashar Al-Assad agar mundur, dan berkeras ada "perbedaan besar" antara Suriah dan Libya.
Serangan itu tampaknya dipicu oleh kunjungan kontroversial Duta Besar AS di Suriah Robert Ford dan Duta Besar Prancis Eric Chevallier ke kota Hama, yang telah dilanda protes anti-pemerintah di bagian tengah Suriah.
Kunjungan tersebut telah ditanggapi dengan kekesalan oleh pemerintah Suriah, yang menuduh mereka menyulut protes di daerah yang sudah bergolak, demikian AFP melaporkan.
Editor by Fatryani Auly
0 komentar:
Posting Komentar