FOKUS INTERNATIONAL KEMBALI HADIR UNTUK PARA PEMBACA SEKALIAN

jual beli liberty reserve, jual beli paypal

Rabu, 15 Desember 2010

Panglima Militer Korsel Mundur

Seoul (ANTARA News) - Kepala tentara Korea Selatan mundur dari jabatannya, diberitakan karena terlibat investasi properti saat ketegangan dengan Korea Utara masih menyelimuti pasca serangan artileri bulan lalu.

Juru bicara kementerian pertahanan kepada AFP mengatakan permintaan mundur Jenderal Hwang Eui-Don sudah diterima namun tidak memberikan rincian apa pun.

Kantor berita Yonhap mengatakan bahwa sang jenderal yang diangkat pada Juni 2010 terlibat dalam kontroversi mengenai keuntungan yang berasal dari investasi properti.

"Jenderal Hwang mengajukan untuk pensiun setelah ada berita yang menyebut tentang investasi propertinya. Ia menilai tidak tepat baginya untuk tetap menduduki jabatan saat ini yaitu saat ia menjadi pemimpin reformasi ketentaraan," kata pejabat kementerian pertahanan yang identitasnya dirahasiakan.

Pengunduran diri tersebut menjadi goncangan lanjutan bagi militer Korsel yang mendapat kritik luas karena responnya yang lunak atas pemboman yang dilakukan Korut kepada pulau di dekat perairan Laut Kuning yang masih bermasalah pada 23 November lalu.

Menteri Pertahanan Kim Tae-Yong sebelumnya juga mundur setelah insiden penembakan yang menewaskan empat orang, termasuk dua warga sipil. Serangan tersebut adalah yang pertama yang ditujukan ke kawasan sipil di Korsel sejak perang 1950-1953 dan memicu krisis di kawasan.

Korsel menembakkan 80 peluru artileri sebagai respon atas penembakan yang dilakukan Korut namun tidak menurunkan serangan udara. Militer mengatakan pihaknya akan menggunakan serangan udara di kesempatan lain.

Penembakan tersebut terjadi kurang dari dua pekan setelah Korut mengumumkan proyek pengayaan uraniumnya kepada seorang ahli nuklir asal Amerika Serikat.

Korut mengatakan program tersebut ditujukan untuk menghasilkan bahan bakar yang menggerakkan generator listrik bertenaga nuklir, namun pejabat senior AS dan negara lain khawatir proyek itu dapat berubah untuk membuat senjata nuklir, demi menambah persediaan plutonium Korut.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov pada pertemuan pada Senin dengan rekan imbangannya dari Korut yang tengah berkunjung di Rusia, Pak Ui-Chun, mengungkapkan "kekhawatiran mendalam" mengenai kapasitas industri mengayaan uranium milik Korut.

Lavrov mendesak Korut untuk mengikuti resolusi Dewan Keamanan PBB yang membatasi aktivitas sepeti itu dan meminta dilanjutkannya perundingan enam pihak untuk bernegosiasi demi mengakhiri program nuklir Korut.

AFP melaporkan, Rusia termasuk salah satu negara yang terlibat dalam pembicaraan yang terhenti bersama dengan dua Korea, China, Jepang, dan Amerika Serikat.

China, sekutu utama satu-satunya Korut, juga telah meminta pertemuan baru antara utusan enam negara untuk mengatasi krisis terbaru itu.

Namun AS, Jepang, dan Korsel mengatakan bahwa negosiasi yang dilanjutkan saat ini hanya menunjukkan pengakuan atas agresi Korut.

Mereka ingin China yang tidak secara terbuka mengecam sekutunya itu untuk mengambil tindakan yang lebih tegas. Wakil Menteri Luar Negeri AS James Steinberg akan mengunjungi Beijing pekan ini untuk menekan China agar mengambil tindakan yang lebih tegas.

Sebagai bagian dari diplomasi kawasan, kepala perundingan soal nuklir asal Korsel, Wi Sung-Lac, pada Selasa akan berbicara dengan rekan imbangannya asal Rusia Alexei Borodavkin soal pemboman dan program uranium.

Gubernur New Mexico yang baru Bill Richardson akan mengunjungi Korut pada 16-20 Desember dalam kunjungan yang disebut sebagai "kunjungan pribadi" untuk menenangkan ketegangan.

Korut berulangkali menyatakan bahwa program barunya itu bertujuan damai.

"Bisnis membangun energi nuklir bertujuan damai dan penggunaan nuklir sedang marak terjadi di negera kami, seperti juga tren internasional saat ini," tulis koran partai komunis Rodong Sinmun pada Selasa.

"Aktivitas nuklir bertujuan damai adalah hak bagi semua negara."

Mantan anggota Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih Victor Cha mendesak agar Washington bertindak serius dengan mempertimbangkan adanya peningkatan 28.500 tentara yang ditempatkan di Korsel.

"Peningkatan simbolis lewat kehadiran pasukan akan mengirimkan pesan yang sangat jelas kepada Korut dan China bahwa memang ada biaya yang nyata bila provokasi Korut dilanjutkan," seperti yang dikutip kantor berita Yonhap saat Cha berbicara dalam sebuah forum di Seoul.

0 komentar:

Posting Komentar