Brussels (Fokus/ANTARA News) - Uni Eropa (EU) mempertimbangkan mulai mencabut hukuman terhadap Myanmar pada Februari untuk mendorong perubahan di sana sesudah berdasawarsa pemerintahan tentara, kata diplomat EU pada Rabu.

Bantuan juga dipertimbangkan, selain kunjungan "segera" oleh kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton, kata juru bicaranya Michael Mann kepada kantor berita Prancis AFP.

"Dalam perkembangan di negara itu, kami melakukan tinjauan umum atas kebijakan kami," tambahnya.

Tanggapan kelompok 27 negara itu terhadap serangkaian gerakan damai pemerintahan baru tersebut akan diputuskan pada pembicaraan di antara menteri luar negeri Uni Eropa di Brussels pada Senin.

Para menteri itu diperkirakan mengumumkan kesediaan "mempertimbangkan langkah awal" pada Februari untuk mulai mencabut hukuman, yang jika tidak, akan dibahas pada tinjauan tahunan pada tengah April, kata diplomat Eropa Bersatu.

"Beberapa negara ingin memberikan tanda dorongan sebelum pemilihan umum pada April, yang akan melihat upaya bersejarah penerima Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi masuk parlemen," kata sumber itu, yang berbicara dengan syarat tak dikenali.

Pada Rabu, Filipina menyeru antarbangsa mencabut hukuman terhadap Myanmar dan Italia berjanji membantu negara Asia tenggara itu melestarikan warisan budayanya.

Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe juga mengunjungi Myanmar dan menjadi menteri luar negeri pertama Prancis berkunjung ke negara Asia Tenggara itu, yang merdeka dari Inggris pada 1948, dan menteri pertama Prancis mengunjunginya sejak pemberontakan rakyat ditumpas pada 1988.

Perjalanannya menyusul kunjungan bersejarah Menteri Luar Ngegeri Amerika Serikat Hillary Clinton pada Desember 2011 dan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague pada awal Januari.

Inggris adalah pemberi bantuan terbesar ke Myanmar, kata Departemen Luar Negeri.

Negara lama terkucil itu kini menyambut tidak hanya pendukung keterlibatan, tapi juga pengecam, yang diperlukan untuk setiap pencabutan hukuman.

Dalam langkah dipuji Barat, Myanmar pada Jumat membebaskan sekitar 300 tahanan politik, termasuk beberapa tokoh pembangkang, sehari setelah menandatangani gencatan senjata dengan kelompok utama suku kecil bersenjata.

Pembebasan tahanan pada Jumat adalah yang terpenting dilakukan pemerintah baru, yang berisi mantan jenderal, termasuk Thein Sein.

Ampunan seperti itu sejak lama dituntut Barat dan dipuji masyarakat antarbangsa. Prancis menyebutnya "langkah penting" dan Amerika Serikat menyatakan akan mengembalikan hubungan diplomatik tingkat tertinggi.

Tidak jelas jumlah tahanan politik di negara itu, namun beberapa pegiat memperkirakan sekitar 1.000 orang.

Setelah hampir lima dasawarsa berkuasa langsung, tentara diganti pada Maret 2011 oleh pemerintah warga, walau masih dikuasai mantan jenderal.

Pemerintah itu mengejutkan pengamat dengan serangkaian gerakan perubahan, termasuk pembicaraan dengan Suu Kyi. Pada Jumat, Myanmar membebaskan sekitar 300 tahanan politik, termasuk beberapa tokoh pembangkang.

Ampunan seperti itu sejak lama dituntut Barat dan dipuji masyarakat dunia. Prancis menyebutnya langkah penting dan Amerika Serikat menyatakan ingin mengembalikan hubungan diplomatik tingkat tertinggi.

Pemerintah juga mengadakan pembicaraan dengan kelompok suku pemberontak dan pada Kamis menandatangani gencatan senjata dengan kelompok utama bersenjata Karen.