Teheran (Fokus Internasional/ANTARA News/Xinhua-OANA) - Seorang anggota parlemen Iran  mengatakan bahwa negerinya telah dikepung oleh pusat mata-mata pihak Barat di dekat perbatasannya di negara tetangga.

Zohre Elahian, anggota Komisi Nasional dan Kebijakan Luar Negeri di parlemen Iran, mengatakan bahwa dinas rahasia Mossad dari Israel, Pusat Agen Intelijen Amerika Serikat (CIA), dan M16 dari Inggris, yang mendirikan pusat mata-mata di perbatasan barat, utara dan timur Iran, kata kantor berita lokal Mehr.

Semua dinas rahasia tersebut memiliki pusat mereka di Irak, Afghanistan, Pakistan, Turkmenistan dan Azerbaijan di dekat perbtasan negara itu dengan Iran, kata Elahian sebagaimana dikutip Mehr.

Pangkalan mata-mata tersebut bertugas melancarkan aksi teroris dan operasi intelijen terhadap Iran dan warganegaranya, kata anggota parlemen itu sebagaimana dikutip Xinhua, Kamis WIB.

Iran berbatasan dengan Irak dan Turki di barat, Azerbaijan, Armenia dan Turkmenistan di utara, Afghanistan dan Pakistan di timur. Di sebelah selatan Iran ada Teluk --yang oleh Iran disebut Teluk Persia dan negara Arab dinamakan Teluk Arab-- dan Laut Oman.

Iran menyatakan, dalam beberapa tahun belakangan Teheran telah menangkap sejumlah mata-mata AS dan Yahudi di negeri tersebut.

Pada 2009, Iran menangkap tiga pendaki AS dengan tuduhan memasuki negeri itu secara gelap dan melakukan kegiatan mata-mata. Perempuan pendaki, Sarah Shourd, dibebaskan pada 2010 dengan jaminan 500.000 dolar AS, dan dua pendaki lagi --Shane Bauer serta Josh Fattal-- dibebaskan pada September 2011, juga dengan jaminan masing-masing 500.000 dolar AS.

Iran sedang menghadapi pertikaian dengan Barat, terutama Amerika Serikat, mengenai program nuklirnya.

Pada Selasa (8/11) Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), di dalam laporan paling akhirnya mengenai program nuklir negara Persia itu, menyatakan bukti "yang bisa dipercaya" memperlihatkan Iran telah terlibat dalam proyek dan percobaan yang berkaitan dengan pembuatan senjata nuklir.

"Informasi menunjukkan Iran telah melakukan kegiatan yang relevan dengan pembuatan bahan peledak nuklir," kata Direktur Jenderal IAEA Yukiya Amano di dalam laporan tersebut.

Setelah penilaian yang ketat, menyeluruh dan dapat dipercaya mengenai keterangan luas yang dimiliki, IAEA percaya Iran telah melakukan kegiatan "yang teratur dan sistematis yang secara khusus ditujukan kepada senjata nuklir" setidaknya sampai akhir 2003, kata laporan itu.

Laporan tersebut juga mengisyaratkan Iran "barangkali masih melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan pembuatan senjata nuklir sampai akhir tahun lalu", termasuk percobaan yang menghasilkan percobaan, tes dan komponen yang berkaitan.

Sebagian kegiatan itu "mungkin masih berlangsung", kata laporan tersebut.

Iran telah lama berkeras bahwa kegiatan nuklirnya semata-mata bertujuan damai seperti memenuhi kebutuhan akan energi yang terus bertambah.

Banyak pengulas percaya Amerika Serikat dan sekutu Baratnya akan mengutip temuan di dalam laporan tersebut untuk mendorong sanksi yang lebih keras dan lebih melumpuhkan.

Teheran sepenuhnya menolak laporan itu dan berkeras Iran tak memiliki program senjata nuklir. Iran juga mengeritik laporan IAEA tersebut sebagai "tidak seimbang, tidak profesional dan dilatar-belakangi politik".