Moskwa (Fokus Internasional/ANTARA News) - Rusia pada Selasa menyatakan marah atas penerbitan laporan badan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang kegiatan nuklir Iran, dengan menyebutnya menambah ketegangan dalam kebuntuan dengan kekuatan dunia.

"Rusia sangat kecewa dan bingung bahwa laporan tersebut diserahkan kepada sumber penambah ketegangan atas masalah terkait kegiatan nuklir Iran," kata pernyataan kementerian luar negeri.

Dikatakannya, Moskwa meragukan kebijaksanaan mengumumkan laporan itu, dengan menyatakannya mengancam merusak kesempatan pembaruan pembicaraan antara kekuatan dunia dengnan Teheran untuk memecahkan kemelut nuklir melalui perundingan.

Kementerian itu menyatakan laporan tersebut kini terancam digunakan oleh yang ingin melihat Iran dipojokkan, dalam kemungkinan merujuk pada Israel dan Amerika Serikat.

Laporan Badan Tenaga Atom Dunia (IAEA) itu diterbitkan sesaat setelah Presiden Israel Shimon Peres memperingatkan bahwa serangan pencegahan atas Iran untuk menggagalkan kegiatan nuklirnya menjadi lebih mungkin.

"Ada yang memiliki nalar `lebih buruk lebih baik` dan kita tidak bisa mendukung nalar merusak kesadaraan menghancurkan upaya perundingan itu," kata kementerian luar negeri tersebut.

Dalam langkah sangat tidak biasa, Rusia dan China bersama-sama menekan IAEA tidak mengumumkan laporan tersebut, kata diplomat di Wina.

Kementerian itu menyatakan marah akibat bagian dari laporan tersebut -yang menyatakan keterangan "tepercaya" bahwa Teheran mungkin berusaha membuat senjata nuklir- bocor sebelum penerbitan itu.

"Kami akan menanyakan sampai sejauh mana sekretariat badan itu mampu menjamin kerahasiaan pekerjaannya, karena tanpa itu, keberhasilannya dipertanyakan," katanya.

Dengan mengutip yang disebutnya keterangan "dapat dipercaya" dari negara anggota negara dan tempat lain, IAEA menyatakan Iran tampak melakukan kegiatan membuat senjata nuklir, seperti, uji bahan peledak berkekuatan besar dan membuat pemicu, yang dapat dipakai untuk bom atom.

China pada Rabu memperingatkan akan gejolak di Timur Tengah akibat tindakan atas kegiatan nuklir Iran, tapi menolak menanggapi kemungkinan hukuman lain menyusul laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa Iran tampaknya berusaha merancang senjata atom.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Hong Lei menyatakan China mempelajari laporan IAEA itu dan mengulangi seruan mengatasi masalah tersebut secara damai melalui pembicaraan.

"Saya ingin menunjukkan bahwa China menentang perebakan senjata nuklir dan tak menyetujui negara Timur Tengah mana pun mengembangkan senjata nuklir. Sebagai penandatangan Perjanjian Tan Rebak Nuklir, Iran memikul tanggung jawab atas tak ada perebakan nuklir," katanya dalam jumpa pers harian.

"Saya ingin menekankan bahwa penting menghindari kekacauan baru di lingkungan keamanan Timur Tengah bagi kedua wilayah tersebut dan masyarakat dunia," katanya.

Hong tidak menyebutkan hukuman dan menunjukkan China tidak terburu-buru membawa masalah tersebut kembali ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dengan menyatakan bahwa semua pihak harus berbuat lebih banyak untuk meningkatkan pembicaraan dan kerjasama.

China juga mengecam Amerika Serikat dan Eropa Bersatu, yang memaksakan hukuman secara sepihak terhadap Iran dan menyatakan mereka tidak harus mengambil langkah melampaui resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Surat kabar pemerintah China menyatakan kebuntuan antara Iran dengan Barat atas rencana nuklir Iran dapat meledak dengan pertikaian tentara.

Kantor berita resmi China Xinhua juga menyarankan Beijing menanggapi laporan tersebut dengan hati-hati. Pengawas Perserikatan Bangsa-Bangsa masih "tidak memiliki senjata berasap", kata Xinhua dalam tanggapannya.

"Tidak ada saksi atau bukti nyata untuk membuktikan bahwa Iran membuat senjata nuklir," katanya kepada AFP.