(ANTARA News) - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon meminta para pemimpin Mesir untuk mengambil langkah-langkah berani dalam menghadapi unjuk rasa politik di negara yang dalam sepekan terakhir ini dilanda gelombang demonstrasi menuntut perubahan kepemimpinan.

Pada saat yang sama, Ban menekankan demonstrasi tetap harus dilakukan secara damai.

"Saya telah berkali-kali mengatakan bahwa para pemimpin negara di manapun, termasuk Mesir, pertama-tama harus mendengarkan aspirasi rakyatnya dengan sungguh-sungguh," katanya, Senin, dalam jumpa pers yang berlangsung di Addis Ababa, seperti dikutip pusat media Markas Besar PBB, New York.

Ban berada di ibukota negara Ethiopia itu dalam rangka menghadiri konferensi tingkat tinggi organisasi kawasan di Afrika, Uni Afrika.

Sekjen PBB mengingatkan bahwa para pemimpin negara memiliki tanggung jawab luas, terutama menyediakan lapangan pekerjaan serta kesempatan baik bagi rakyatnya supaya mereka memiliki kehidupan yang baik.

"Hal itulah yang selalu saya desak. Pemerintah negara-negara juga perlu memastikan bahwa saluran komunikasi terbuka dengan baik bagi kebebasan berbicara, menyatakan pendapat serta berserikat," katanya.

Dalam jumpa pers, Ban ditanya langkah-langkah nyata apa yang perlu dilakukan Presiden Mesir Hosni Mubarak untuk meyakinkan rakyatnya bahwa ia benar-benar mendengarkan aspirasi mereka dan apakah Mesir perlu menunjuk pemerintahan baru.

"Itu semua terserah para pemimpin Mesir. Berkaitan dengan keprihatinan dan keinginan (yang diungkapkan rakyatnya, red), mereka (pemimpin Mesir) perlu mengambil langkah-langkah yang berani untuk menjawab aspirasi mereka," jawab Ban.

Seperti yang dilaporkan media-media internasional, sejak pekan lalu krisis politik dan gelombang demonstrasi di berbagai wilayah di Mesir terus meningkat, bahkan pada Selasa (1/2) unjuk rasa diperkirakan akan diikuti oleh sejuta orang dalam upaya menggulingkan Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Para pengunjuk rasa meminta Presiden Mubarak mundur dan segera diakhirnya praktek korupsi serta pembungkaman hak-hak menyatakan pendapat pada masa 30 tahun kepemimpinan Mubarak.

Di berbagai kota, demonstrasi berujung dengan bentrokan berdarah antara massa dan petugas keamanan.

Menurut The Huffington Post yang mengutip AP, Senin, jumlah korban tewas akibat bentrokan itu setidaknya telah mencapai 97 orang, sementara ribuan lainnya mengalami luka-luka.

Sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang memiliki perwakilan di Kairo, Mesir, sudah mulai mengevakuasi warga mereka yang tinggal berbagai wilayah di negara bergolak itu.

Untuk proses evakuasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah membentuk satuan tugas khusus yang dipimpin oleh Hassan Wirajuda, mantan menteri luar negeri RI dan mantan duta besar RI untuk Mesir yang saat ini menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Sementara itu, KBRI Kairo dilaporkan tengah menyusun daftar prioritas WNI yang perlu dan ingin dievakuasi. Mereka membangun komunikasi di 20 posko.

Menurut Hassan Wirajuda, evakuasi tahap awal akan memproritaskan anak-anak dan perempuan yang jumlahnya mencapai sekitar 1.200 orang --jumlah tersebut bisa berubah sesuai dengan perkembangan situasi di Mesir.

Untuk evakuasi tahap awal, pemerintah menyediakan tiga pesawat, yaitu dari maskapai Garuda Indonesia, Lion Air, dan Sriwijaya Air.

Tentara Nasional Indonesia juga menyiagakan pesawat angkut berat C-130 Hercules untuk membantu proses evakuasi bagi warga Indonesia.

Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, keputusan Pemerintah Indonesia untuk melakukan evakuasi udara bagi warga Indonesia didasarkan atas penilaian bahwa situasi di Mesir sudah sangat membahayakan.

Ia misalnya menyebutkan otoritas keamanan di Mesir saat ini adalah tentara, bukan lagi polisi. Bahkan pos polisi di dekat Kedutaan Besar Indonesia di Mesir sudah dihancurkan oleh para pengunjuk rasa, ujarnya.

Menurut data Kementerian Luar Negeri RI, warga negara Indonesia yang berada di Mesir tercatat sebanyak 6.149 orang, yang terdiri dari 4.297 mahasiswa, 1.002 tenaga kerja, staf KBRI serta keluarganya.