Yangon (Fokus/ANTARA News/AFP) - Sesudah bebas setelah bertahun-tahun disekap penguasa, pembangkang terkemuka Myanmar berjanji terus berjuang untuk demokrasi dan belum yakin bahwa pemerintah bertekad berubah.

Dalam ampunan umum paling berarti atas tahanan politik sejak berkuasa pada tahun lalu, pemerintah Myanmar pada Jumat membebeaskan sekitar 300 pegiat, beberapa di antaranya menghabiskan hampir 20 tahun di penjara.

Disekap lama di balik jeruji tidak menggoyahkan keyakinan pegiat itu bahwa kebebasan adalah hak dan demokrasi merupakan keharusan.

Mereka percaya bahwa terlalu dini mengatakan secercah harapan baru-baru ini adalah awal fajar demokratik sejati.

"Banyak yang harus dilakukan," kata pemimpin suku kecil Shan Khun Htun Oo, dengan duduk di kursi kedutaan Prancis di Yangon, tempat ia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe, yang bertamu ke Myanmar.

"Anda lihat, saya sudah bertemu dengan banyak duta besar dan menteri sembilan tahun lalu," kata pegiat berusia 68 tahun itu, mengacu ke masa bebasnya, "Saya juga bertemu dengan beberapa presiden."

Pandangannya tentang Presiden Thein Sein, mantan perdana menteri, yang melepaskan seragam untuk ikut dalam pemilihan umum pada November 2010, ia mengatakan, "Pertanyaan kepercayaan tidak muncul. Kami hanya berbicara tentang kenyataan, mengamati."

Mantan mahasiswa pegiat Ko Ko Gyi, tokoh kunci dalam "Kelompok Mahasiswa Angkatan 88", yang di barisan depan pemberontakan 1988, yang menewaskan ribuan orang, juga ragu bahwa perubahan demokratik sejati sedang berlangsung.

Ia ditangkap setelah unjukrasa pada 1988, dibebaskan pada 2005 dan kemudian dikurung lagi. Ia hampir 20 tahun di penjara dan menggambarkan perkembangan terkini di negaranya sebagai hanya menawarkan "sedikit perubahan".

Tidak jelas jumlah tahanan politik masih di balik jeruji, tapi pemerintah pada Sabtu menyatakan 128 tahanan tidak dapat dibebaskan dengan alasan keamanan, karena mereka melakukan kejahatan berat.

Beberapa pegiat menyatakan sekitar 1.000 tahanan politik masih disekap.

Ko Ko Gyi menyatakan senang mengetahui dari selanya akan pertemuan pada 2011 Agustus antara Thein Sein dengan pemimpin lawan Aung San Suu Kyi, tapi putusa asa akibat tidak tahu yang dibicarakan, karena tidak ada kebebasan pers.

Perundingan itu pertanda baik, kata Ko Ko Gyi, tapi ia belum sepercaya Suu Kyi pada keinginan presiden membawa perubahan.

"Saya ingin percaya padanya, tapi harus menunggu dan melihat yang akan dicapai," katanya, dengan mencatat bahwa Thein Sein adalah pembantu dekat mantan tentara penguasa Myanmar.

"Ia mungkin orang baik, tapi ia sangat taat di bawah Jenderal Besar Than Shwe," kata Ko Ko Gyi.

Belum lama, pembangkang itu mengambil cuti.

Di tempat lain, tahanan baru dibebaskan tenggelam dalam kerumunan pendukungnya.

Beberapa jam sebelum mantan pemimpin unjukrasa mahasiswa Min Ko Naing bertemu kembali dengan keluarganya, kerumunan mengelu-elukan pembebasannya.

Min Ko Naing menghabiskan sebagian besar waktunya sejak 1988 dalam tahanan dan dihukum 65 tahun penjara akibat perannya dalam pemberontakan pimpinan biksu pada 2007.

Tapi, pada Jumat, ia berada di panggung darurat di utara Yangon, seperti jika pada rapat umum politik.

Min Ko Naing diadili bersama dengan 34 pemimpin mahasiswa lain.

Tahanan bebas lain adalah Htay Kywe, yang juga dihukum 65 tahun penjara.

Setelah tiba di banda udara Yangon dari negara bagian Rakhine, Myanmar baratlaut, tempatnya dipenjara, ia disambut pendukungnya.

Dengan berkalung karangan bunga, ia berkata, "Kami akan terus bekerja bagi demokrasi."