Mogadishu (Fokus/ANTARA News/Reuters) - Gerilyawan membunuh ketua yayasan distribusi pangan di Somalia tengah, kata milisi pro-pemerintah, Jumat, dalam serangan terakhir terhadap upaya bantuan di negara yang dilanda kelaparan itu.

"Pemberontak membunuh Abdikarim Hashi Kediye, ketua yayasan Towfiq ... dan supirnya kemarin sore antara Dusamareb dan Guriel," kata Sheikh Abdullahi Sheikh Abu Yusuf, juru bicara kelompok milisi Ahlu Sunna, kepada Reuters, Jumat.

Ia menambahkan, gerilyawan menggunakan granat roket dalam serangan itu.

Kooordinator Towfiq, Abdullahi Mohamud Yaardi, berjanji akan melanjutkan pekerjaan kemanusiaan yayasan itu di daerah Galgadud, Somalia, namun serangan tersebut menggarisbawahi kondisi berbahaya yang dihadapi pekerja bantuan di negara yang dilanda anarkisme itu.

Kamis, Komite Internasional Palang Merah (ICRC) menghentikan distribusi pangan bagi lebih dari 1,1 juta orang di Somalia selatan dan tengah setelah Al-Shabaab menahan konvoi yang membawa bantuan pangan darurat.

ICRC mengatakan, Jumat, pihaknya mengharapkan penjelasan dari pihak berwenang setempat yang terkait dengan Al-Shabaab mengenai mengapa pengiriman makanan bagi penduduk Somalia yang kelaparan tertahan selama empat minggu di Jowhar dekat Mogadishu untuk pengawasan kualitas.

"Semakin lama kami menunggu, tentu semakin tidak baik makanan itu," kata Benjamin Wahren, deputi kepala operasi ICRC untuk Afrika Timur yang menangani Somalia, pada jumpa pers di Jenewa.

Somalia kini dilanda kelaparan parah akibat kekeringan terburuk yang terjadi negara itu, dan PBB telah mengumumkan

Mogadishu dan empat wilayah Somalia selatan sebagai zona kelaparan serta memperingatkan bahwa kelaparan bisa meluas ke seluruh penjuru negara itu.

Kondisi itu diperumit oleh bentrokan-bentrokan yang terus terjadi antara pasukan Somalia serta Uni Afrika sekutunya dan gerilyawan Al-Shabaab.

Bentrokan-bentrokan itu berlangsung ketika badan-badan bantuan internasional berusaha mencari cara untuk menyerahkan bantuan makanan kepada penduduk yang tinggal di kawasan yang dilanda kelaparan, khususnya daerah-daerah Somalia selatan yang dikuasai kelompok Al-Shabaab yang terkait dengan Al-Qaida.

Badan-badan bantuan menarik diri dari Somalia selatan pada awal 2010 setelah ancaman terhadap staf mereka dan aturan semakin keras yang diberlakukan terhadap aktivitas mereka oleh Al-Shabaab, yang dimasukkan ke dalam daftar kelompok teror oleh Washington.

Militan pada Juli mengatakan, kelompok bantuan asing bisa kembali lagi ke wilayah itu, namun seorang juru bicara Al-Shabaab mengatakan kemudian bahwa larangan operasi terhadap mereka masih tetap diberlakukan.

Al-Shabaab yang bersekutu dengan Al-Qaida mengobarkan perang selama empat tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli 2010.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaida.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan Al-Qaida pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut.