PBB (Fokus/ANTARA News/AFP) - Pemerintah Sudan menghalangi pergerakan pasukan penjaga perdamaian di Darfur dimana bentrokan meletus dan perundingan perdamaian mengalami kebuntuan, kata PBB, Rabu.

Pihak berwenang Khartoum juga menahan ratusan permohonan visa bagi personel militer, polisi dan sipil untuk misi PBB di Darfur (UNAMID), kata kepala misi penjaga perdamaian Herve Ladsous pada pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai wilayah Sudan yang dilanda konflik sejak 2003 itu.

Bentrokan-bentrokan antara pasukan pemerintah dan sejumlah kelompok gerilya meningkat di beberapa daerah Darfur sejak Desember.

"Peningkatan berarti dalam manuver dan bentrokan antara pasukan pemerintah dan gerilyawan dalam beberapa pekan ini disertai dengan peningkatan tajam dalam pembatasan pergerakan yang diberlakukan pada UNAMID oleh pihak berwenang pemerintah," kata Ladsous kepada para duta besar PBB.

Kebijakan Sudan itu mencakup pembatasan terhadap penerbangan dan patroli di daerah-daerah dimana bentrokan dikabarkan terjadi, kata kepala misi perdamaian PBB itu.

"Penolakan akses telah sangat mengganggu kemampuan UNAMID untuk melaksanakan mandatnya dan mengirim pasukan ke lokasi tim di daerah yang perpengaruh," kata Ladsous, dengan menambahkan bahwa tuntutan berulang kali diajukan ke pemerintah Khartoum agar menepati janjinya memberkan akses tanpa halangan di Darfur.

Ladsous juga mengatakan kepada DK PBB, hingga Selasa 935 permohonan visa bagi pasukan dan staf UNAMID tertahan dan hal itu menimbulkan kekawatiran.

Pada Desember, pasukan pemerintah membunuh Khalil Ibrahim, pemimpin Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM), kelompok gerilya dengan persenjataan paling kuat.

Ladsous mengatakan, hal itu telah mengacaukan peluang perundingan antara JEM serta aliansinya dan pemerintah Sudan.

JEM adalah satu dari dua kelompok Darfur yang memberontak pada 2003 untuk menuntut otonomi lebih luas bagi wilayah barat yang gersang itu. Mereka kini dianggap sebagai kelompok pemberontak yang paling kuat.

JEM menolak menandatangani perjanjian perdamaian penengahan Qatar yang ditandatangani Sudan dan Gerakan Keadilan dan Kebebasan (LJR), sebuah kelompok pemberontak lain di Darfur.

Perpecahan di kalangan pemberontak dan pertempuran yang terus berlangsung menjadi dua halangan utama bagi perundingan perdamaian yang berlangsung sejak 2003 di Chad, Nigeria dan Libya, sebelum pindah ke Doha.

Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon telah mengungkapkan kekhawatiran atas peningkatan pertempuran antara gerilyawan dan pasukan pemerintah di wilayah Sudan barat itu.

Ban mengatakan, ia terutama khawatir mengenai pertempuran antara pasukan pemerintah dan kelompok gerilya Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) serta Tentara Pembebasan Sudan (SLA) yang setia pada Minni Minnawi.

JEM dan SLA mengangkat senjata melawan pemerintah Sudan di Darfur pada 2003 dengan menuduh mereka mengabaikan wilayah barat Sudan yang terpencil itu.

Serangkaian gencatan senjata dan perjanjian telah gagal menghentikan pertempuran di kawasan itu. JEM bergabung dalam perundingan perdamaian Darfur pada Desember lalu, tujuh bulan setelah mereka menghentikan negosiasi.

PBB mengatakan, lebih dari 300.000 orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur pada 2003, ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan. Pemerintah Khartoum menyebut jumlah kematian hanya 10.000.