Naypyitaw, Myanmar (Fokus/ANTARA News/Reuters) - Menteri Luar Negeri Inggris William Hague pada Kamis menyambut janji Myanmar melanjutkan perubahan dan membebaskan lagi tahanan politik, dengan menyatakan kemajuan itu, jika berlanjut, menghasilkan hubungan ekonomi dan politik lebih dalam dengan Barat.

Kunjungan dua hari Hague itu adalah yang pertama oleh menteri luar negeri bekas penjajahnya sejak 1955, sebelum tentara mengambil alih kekuasaan di negara dikenal sebagai Birma pada 1962.

Itu dimungkinkan oleh penyerahan kekuasaan pada tahun lalu ke pemerintah warga -meskipun diisi dengan mantan tentara dan didukung tentara- dan serangkaian perubahan politik dan ekonomi sejak saat itu.

"Saya berharap kami diperkuat di tingkat tertinggi pemerintahan tentang keinginan masyarakat antarbangsa, Inggris, Eropa Bersatu, untuk betul-betul sangat terlibat dengan negara ini," kata Hague sesudah bertemu dengan Presiden Thein Sein, dengan menambahkan bahwa itu bergantung pada perubahan terus-menerus.

Inggris adalah pemberi bantuan terbesar ke Myanmar, kata Departemen Luar Negeri, dan Hague mengumumkan bantuan tambahan setelah pertemuan dengan presiden, jenderal mantan tentara penguasa, di Naypyitaw, ibukota dibangun secara rahasia pada enam tahun lalu.

"Itu akan membantu keuangan kecil untuk membantu orang sangat, sangat miskin dan bantuan kemanusiaan tambahan untuk yang mengungsi akibat pertempuran," katanya kepada wartawan.

"Tentu saja, kami berharap melakukan lebih banyak padda masa depan di bidang kerjasama ekonomi dan diplomatik, pembangunan manusia, tapi tergantung pada kemajuan politik, perubahan berkelanjutan," katanya.

Perubahan politik berkelanjutan di Myanmar dapat membuka jalan bagi pengakhiran hukumann keras ekonomi dan mengarah ke penanaman modal Barat di bidang minyak, gas dan lain-lain. Tetangga Myanmar di Asia, terutama India, Thailand, dan China, sudah bergegas masuk.

Tapi kunjungan itu adalah tindakan penyeimbangan rumit bagi Hague, yang akan menghadapi kecaman di dalam negeri jika ia terlihat memenuhi tuntutan mantan tentara penguasa, yang dikutuk atas catatan hak asasi manusia dan penindasannya terhadap perbedaan pendapat.

Pelanggaran hak asasi oleh tentara masih dilaporkan dari daerah perlawanan kelompok suku.

Kelonggaran akan lebih diterima jika didukung Aung San Suu Kyi, pemimpin gerakan demokrasi di Myanmar dan penerima Nobel Perdamaian, yang dijadwalkan makan malam pada Kamis dan mengadakan pembicaraan pada Jumat.

Suu Kyi menunjukkan kemauan kompromi dalam beberapa bulan belakangan, terutama dengan setuju menjadi calon dalam pemilihan umum sela pada 1 April sesudah membolehkan partai Liga Bangsa untuk Demokrasi (NLD)-nya kembali memasuki dunia politik.

"Saya pikir, langkah perubahan tidak secepat seperti yang banyak dari kita inginkan, tapi, di sisi lain, saya pikir itu tidak terlalu lambat. Lambat, tapi tidak terlalu lambat," katanya kepada televisi BBC dalam wawancara pada Kamis.

"Saya percaya presiden, tapi tidak bisa mengatakan memercayai pemerintah untuk alasan sederhana, saya tidak kenal semua orang di pemerintah," tambahnya.

Sebelumnya, setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Myanmar Wunna Maung Lwin, Hague kepada wartawan menyatakan telah minta pemerintah melakukan kemajuan dalam empat hal, yakni pembebasan tahanan politik, mengadakan pemilihan umum sela adil, penyelesaian sengketa dengan kelompok suku dan jalur kemanusiaan ke daerah kemelut.

"Aku meyakinkannya bahwa jika mereka melakukannya, akan ada tanggapan sangat bagus dari Inggris dan, saya percaya, negara lain Eropa Bersatu," kata Hague.

"Menteri luar negeri memastikan tekadnya dengan membebaskan tahanan politik. Ia menyatakan perubahan tak terhindarkan dan saya menyambut cara berpikir itu. Saya menekankan bahwa dunia akan menilai pemerintah dengan tindakannya," katanya.

Thura Shwe Mann, ketua berpengaruh parlemen dan nomor tiga dalam mantan penguasa, mengakui bahwa tidak semua orang senang dengan jumlah yang dibebaskan sejauh ini.

"Parlemen kami akan terus bekerja, sehingga semua orang dapat ikut dalam demokrasi dan pembangunan," katanya dalam pernyataan setelah bertemu dengan Hague.

Perjalanan Hague mengikuti lawatan sama Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton pada akhir tahun lalu, yang juga menjanjikan dukungan nyata jika Myanmar bergerak lebih cepat pada perubahan politik dan pembebasan tahanan politik.

Inggris mempertahankan sikap keras atas masalah hak asasi manusia di Myanmar, tapi mengungkapkan keyakinan berhati-hati setelah pembebasan 230 tahanan politik pada Oktober tahun lalu.

Hanya 12 tahanan politik diperkirakan dibebaskan pada pekan ini di antara 900 tahanan, yang dibebaskan pada Hari Kemerdekaan. Sejumlah 600 tahanan politik lain diduga masih di balik jeruji besi.