Kolombo  (ANTARA News) - Seorang menteri Sri Lanka mengecam laporan komite PBB yang dia tuding  "berat sebelah ". Komite itu ditugasi Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon untuk meneliti  kematian ribuan warga sipil dalam perang saudara di negara itu.

Dalam pernyataan yang disiarkan Rabu di surat kabar pemerintah Daily News, Menteri Urusan Media Keheliya Rambukwella mengatakan bahwa laporan itu, yang diterbitkan pekan ini, cenderung membela pemberontak separatis Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE).

"Tidak ada orang di dunia beradab yang akan menerimanya," kata Rambukwella.

Laporan itu menyoroti "tuduhan terpercaya" bahwa baik pemerintah maupun pemberontak Macan Tamil terlibat dalam pelanggaran-pelanggaran yang bisa mengarah pada kejahatan perang atau kejahatan atas kemanusiaan.

Tuduhan itu menunjuk pada tiga bulan terakhir ofensif pemerintah yang berhasil mengalahkan LTTE dimana puluhan ribu warga sipil diperkirakan tewas.

"Laporan itu sepenuhnya menguntungkan LTTE yang merupakan salah satu organisasi teroris paling kejam yang dilarang di kancah internasional," kata Rambukwella.

Pemerintah Sri Lanka sejauh ini bungkam sejak penerbitan laporan itu, meski mereka mengecam bagian-bagian laporan yang bocor sebelumnya dan menyebutnya sebagai "cacat secara mendasar".

Ketika menyiarkan laporan itu, Ban mengatakan, ia tidak memiliki otoritas untuk memerintahkan penyelidikan internasional yang direkomendasikan.

Komisaris Tinggi PBB Urusan HAM Navi Pillay mengatakan, Selasa, penyelidikan internasional mengenai kasus itu sangat diperlukan.

"Keterangan saksi mata dan informasi terpercaya yang ada dalam laporan ini menuntut penyelidikan penuh, tidak berpihak, independen dan transparan," kata Pillay.

Laporan PBB itu mengatakan, tuduhan mengenai serangan terhadap warga sipil patut diteliti secara serius dan mereka yang bertanggung jawab diadili.

Macan Tamil juga dituduh menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia dan membunuhi mereka yang berusaha melarikan diri dari zona perang.

Menurut perkiraan PBB, sedikitnya 7.000 warga sipil tewas dalam ofensif final pasukan Sri Lanka terhadap Macan Tamil yang dikalahkan dua tahun lalu.

Sri Lanka membantah segala tuduhan kejahatan perang dan menolak seruan-seruan bagi penyelidikan internasional.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala.