Washington (ANTARA News) - Utusan AS akan mengunjungi Sri Lanka pekan depan untuk mendorong laporan lengkap mengenai perang saudara di negara itu setelah pemerintah Kolombo menolak laporan kejahatan perang PBB, kata sejumlah pejabat, Jumat.

Robert Blake, asisten menteri luar negeri AS urusan Asia Selatan, akan bertolak Sabtu untuk lawatan enam hari ke Sri Lanka dan Maladewa dan berunding dengan para pemimpin politik serta masyarakat sipil, kata kementerian luar negeri.

Seorang pejabat AS mengatakan, kunjungan Blake ke Sri Lanka itu semula direncanakan berlangsung sebulan lalu dan tidak terkait dengan laporan panel perang PBB yang disiarkan Senin, namun masalah tersebut secara pasti akan dibahas.

Laporan komisi yang dibentuk Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon menemukan "tuduhan terpercaya" bahwa baik pasukan Sri Lanka maupun pemberontak Macan Tamil terlibat dalam tindakan-tindakan yang bisa mengarah pada kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan.

Laporan PBB itu mengatakan, tuduhan mengenai serangan terhadap warga sipil patut diteliti secara serius dan mereka yang bertanggung jawab diadili.

Macan Tamil juga dituduh menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia dan membunuhi mereka yang berusaha melarikan diri dari zona perang.

Menurut perkiraan PBB, sedikitnya 7.000 warga sipil tewas dalam ofensif final pasukan Sri Lanka terhadap Macan Tamil yang dikalahkan dua tahun lalu.

Menteri Luar Negeri Sri Lanka Gamini Lakshman Peiris, yang bertemu dengan para diplomat Kamis, mengecam laporan itu dan menuduh PBB berusaha menggoyahkan negara pulau tersebut.

Namun, AS menyambut baik laporan itu dan Duta Besar AS di PBB Susan Rice menyerukan perincian fakta lengkap dan independen.

Sri Lanka membantah segala tuduhan kejahatan perang dan menolak seruan-seruan bagi penyelidikan internasional.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala, demikian AFP melaporkan.