FOKUS INTERNATIONAL KEMBALI HADIR UNTUK PARA PEMBACA SEKALIAN

jual beli liberty reserve, jual beli paypal

Rabu, 13 Juli 2011

NATO
Bagdad (ANTARA News/Reuters) - Menteri Pertahanan baru Amerika Serikat Leon Panetta pada Senin menyatakan beberapa sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Libya melihat pasukan mereka "kelelahan" dalam 90 hari.

"Masalahnya sekarang, terus terang, di Libya adalah bahwa dalam 90 hari berikutnya, banyak negara lain bisa kelelahan dalam kemampuan, sehingga Amerika Serikat berusaha membantu mengisi kesenjangan itu," kata Panetta, yang berbicara kepada tentara di Baghdad.

Ia tidak menyebut nama negara yang ia maksud atau tanggapan Amerika Serikat untuk membantu.

Pesawat tempur NATO membom Libya di bawah amanat Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencegah warga dari pasukan Muamar Gaddafi, tapi sekutu itu di bawah peningkatan tekanan, karena biaya gerakan tersebut dan kegagalannya, setelah lebih dari tiga bulan, membuahkan hasil menentukan.

Panetta, pada perjalanan pertamanya ke Irak sejak bertugas di Pentagon pada 1 Juli, menyeru anggota NATO berbuat lebih banyak untuk melanggengkan kemampuan sekutu.

Tanggapannya itu menggemakan pendahulunya, Robert Gates, yang mundurkan pada ahir Juni.

Gates memperingatkan NATO mempertaruhkan kesia-siaan bersama tentara, selain menanggung beban lebih pengeluaran tentara.

"Mereka harus mengembangkan kemampuan pertahanan. Mereka juga harus menanam modal dalam kemitraan. Kami tidak bisa menjadi pemikul beban keuangan dalam seluruh keadaan tersebut. Yang lain juga harus melakukannya," kata Panetta.

"Saya percaya pada kemitraan, tapi ketika Anda berbicara tentang kemitraan, `sialan` kau harus menjadi mitra dan itu berarti, Anda harus bisa, Anda tahu, jumlah setara dengan kemampuan, sehingga Anda benar-benar dapat menjadi mitra ketika harus berperang," katanya.

Gempuran negara NATO atas Libya mamasuki hari ke-100 pada ahir Juni dengan serangan udara mengendurkan pengepungan kota utama pemberontak, tapi Muamar Gaddafi masih berkuasa dan menyebar ketakutan akan perang berlarut-larut.

Tiga bulan setelah jet Prancis melancarkan pemboman pertama di Libya timur, persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO masih membomi sasaran di seluruh negeri itu, yang menjadi perang di berbagai medan, tapi dengan kekurang-jelasan kemenangan bagi kedua pihak.

Saat Gerakan Pelindung Bersatu mendekati serangan ke-5.000, NATO menghantam sekitar 50 sasaran sehari, sebagian besar dalam atau di sekitar Tripoli Misrata di barat; Brega di timur, dan pegunungan Nafusa di baratdaya ibukota negara itu.

NATO dalam keterangan hariannya mengatakan melancarkan serangan pada Minggu di Zintan, Yafran dan zawiyah.

Di samping keterbatasan keberhasilan NATO dalam membungkam Gaddafi, kebanyakan pemberontak Libya di timur tetap kuat untuk mendukung gempuran persekutuan tersebut.

Di tengah pertempuran kian mengendur, badan Afrika Bersatu menyatakan Gaddafi tidak akan ikut dalam pembicaraan perdamaian, dalam yang diduga menjadi kesepakatan.

NATO terancam kalah perang propaganda melawan pemimpin Libya Muammar Gaddafi akibat membunuh rakyat, kata menteri luar negeri Italia pada akhir Juni.

Persekutuan pertahanan Atlantik utara NATO mengaku menghancurkan rumah di Tripoli, tempat sembilan warga tewas.

Kejadian itu menabur keraguan baru di dalam persekutuan tersebut tentang tugasnya di Libya.

"NATO membahayakan nama baiknya. Kita tidak bisa terancam akibat membunuh warga," kata Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini kepada wartawan menjelang pertemuan menteri luar negeri Eropa Bersatu di Luksemburg guna membahas cara membantu pemberontak menentang Gaddafi.

Editor by Fatryani Auly

0 komentar:

Posting Komentar