FOKUS INTERNATIONAL KEMBALI HADIR UNTUK PARA PEMBACA SEKALIAN

jual beli liberty reserve, jual beli paypal

Senin, 04 Juli 2011

Yingluck Shinawatra disambut meriah para pendukung 
VIVAnews - Yingluck Shinawatra berhasil mengalahkan Perdana Menteri Thailand, Abhisit Vejjajiva, secara telak pada pemilihan umum di kerajaan itu, Minggu 3 Juli 2011. Dengan demikian, Yingluck akan mencetak sejarah sebagai perempuan pertama di Thailand yang menjadi perdana menteri.

Menurut kantor berita Associated Press (AP), kemenangan Yingluck dari Partai Pheu Thai itu dipastikan setelah 94 persen surat suara telah dihitung. Hasilnya, partai pimpinan Yingluck meraih 261 dari 500 kursi di parlemen.

Hasil itu sudah cukup bagi Yingluck untuk membentuk kubu mayoritas di parlemen. Sebaliknya, Partai Demokrat pimpinan Abhisit hanya meraih 162 kursi.

"Saya tidak ingin bilang Partai Pheu Thai yang menang. Ini justru kemenangan bagi rakyat," seru Yingluck begitu mengetahui kemenangan telak yang dia raih di depan para pendukungnya di Bangkok, Minggu malam waktu setempat.

Yingluck merupakan pendatang baru dalam kancah politik Thailand. Sebelumnya, perempuan berusia 44 tahun itu tidak pernah memangku jabatan publik.

Namun, menurut kalangan pengamat, keberhasilan Yingluck ini tak lepas dari peran mantan Perdana Menteri yang terguling, Thaksin Shinawatra. Pasalnya, Yingluck merupakan adik kandung Thaksin, yang terguling dari kekuasaan setelah dikudeta militer pada 2006. Dia pun mengungsi ke Dubai, Uni Emirat Arab dan sering berpindah ke sejumlah negara.

Thaksin sejak 2008 menjadi buronan aparat hukum Thailand setelah dinyatakan bersalah atas kasus korupsi. Namun, dengan kekayaannya yang melimpah, Thaksin tetap memiliki pengaruh kuat bagi kancah politik Thailand.

Selama berkampanye, PM Abhisit mengingatkan rakyat bahwa Partai Pheu Thai pimpinan Yingluck adalah kaki-tangan Thaksin. "Thaksin yang berkata, Pheu Thai yang melakukan," ujar Abhisit suatu ketika seperti dikutip stasiun berita BBC. Thaksin juga pernah menyebut Yingluck sebagai "kloningan saya."

Kendati sudah dilarang berpolitik, Thaksin masih memiliki basis yang kuat bagi kalangan rakyat di pedesaan, terutama di kawasan utara Thailand. Sedangkan Abhisit mewakili kalangan elit perkotaan.

"Masa depan kini akan tergantung apakah elit tradisional akan mau menerima suara rakyat itu," kata Pavin Chachavalpongpun, pengamat dari Institute of Southeast Asian Studies di Singapura kepada AP.

Editor by Fatryani Auly

0 komentar:

Posting Komentar