Militer Sri Lanka (ilustrasi) |
Mayor Jendral Ubaya Medawela mengatakan, video yang "tidak bisa diubah itu" menunjukkan bahwa apa yang disajikan film dokumenter itu sebagai prajurit yang mengeksekusi pemberontak Tamil sebenarnya adalah pemberontak yang berseragam militer, lapor AFP.
Film dokumenter itu, yang ditayangkan bulan lalu oleh televisi Saluran 4 Inggris, memiliki rekaman suara pasukan yang berbicara bahasa penduduk mayoritas Sinhala Sri Lanka.
Medawela mengatakan, video yang dianalisa militer itu memiliki jejak suara Tamil, yang mengisyaratkan bahwa pembunuhnya adalah pemberontak.
"Video yang tidak bisa diubah yang diterima kementerian pertahanan itu memberikan banyak bukti mengenai niat jahat di balik film dokumenter Saluran 4 yang dipalsukan itu," kata Medawela.
Versi "orisinil" yang dimaksud Medawela disiarkan Senin oleh saluran televisi pro-pemerintah Sri Lanka.
Sri Lanka menuduh Saluran 4 Inggris dan negara-negara Barat memelopori upaya mendiskreditkan catatan HAM-nya dengan membuat laporan-laporan mengenai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Dalam pernyataan email kepada BBC, juru bicara Saluran 4 Marion Bentley menekankan bahwa seluruh tayangan dalam film dokumenter yang berjudul "Ladang Pembunuhan Sri Lanka" itu terbukti otentik dan telah diperiksa oleh para ahli.
Tekanan meningkat terhadap Kolombo sejak Saluran 4 Inggris menyiarkan sebuah film dokumenter yang menunjukkan eksekusi tahanan dan mayat gerilyawati Tamil yang tampaknya dilecehkan secara seksual.
Laporan PBB belum lama ini menuduh pasukan pemerintah melakukan kejahatan perang, dengan mengeksekusi para pemimpin pemberontak yang menyerah.
Menurut perkiraan PBB, sedikitnya 7.000 warga sipil tewas dalam ofensif final pasukan Sri Lanka terhadap Macan Tamil yang dikalahkan dua tahun lalu.
Sri Lanka membantah segala tuduhan kejahatan perang dan menolak seruan-seruan bagi penyelidikan internasional.
Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.
Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.
Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.
Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.
Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.
Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.
Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.
Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.
PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.
Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.
Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala.
Editor by Fatryani Auly
0 komentar:
Posting Komentar