Kirkuk, Irak (ANTARA News) - Kekerasan di provinsi kaya minyak Kirkuk, Irak utara, menewaskan lima orang, Senin, dalam rangkaian terakhir dari serangan-serangan yang melanda kawasan tersebut, kata beberapa pejabat keamanan.

Kekerasan itu terjadi setelah serangan-serangan bom di dan sekitar Baghdad pada Minggu menewaskan sedikitnya 19 orang Irak dan dua prajurit AS, demikian AFP melaporkan.

Senin pagi, serangan bom mobil yang ditujukan pada konvoi kepala kepolisian di Al-Rashad, sebelah selatan kota Kirkuk, menewaskan dua polisi dan mencederai 12 orang, kata seorang perwira.

Mayor Ahmed al-Barzanji dan empat polisi termasuk diantara mereka yang cedera dalam pemboman tersebut.

Di jalan yang menuju Kirkuk dari Tuz Khurmatu di arah selatan, ledakan bom pinggir jalan yang ditujukan pada patroli pasukan pada pagi hari menewaskan seorang kapten dan seorang prajurit, kata kepala kepolisian kota itu, Kolonel Ali Hamdani. Dua prajurit lain cedera.

Di wilayah barat provinsi itu, orang-orang bersenjata yang memakai seragam tentara membunuh seorang wanita bernama Habsha Ziyad Ahmed di rumahnya, kata seorang polisi yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Sabtu, tujuh orang tewas dalam serangan-serangan di provinsi Kirkuk, dua hari setelah tiga pemboman di ibu kota provinsi itu menewaskan 29 orang pada hari paling mematikan sejak akhir Maret.

Sementara itu, Senin, seorang supir taksi tewas dan penumpangnya cedera ketika bom magnetis yang dipasang di kendaraan mereka meledak di Ghazaliyah, Baghdad barat, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri.

Sebelumnya, sebuah bom mobil meledak di daerah Zayouna, Baghdad timur, sekitar pukul 04.00 waktu setempat (pukul 08.00 WIB), menghancurkan 13 toko, termasuk tujuh toko alkohol.

Tidak ada korban dalam serangan tersebut, kata pejabat kementerian dalam negeri yang menolak disebutkan namanya itu.

Serangan-serangan Senin itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang meningkat lagi di Irak dan terjadi beberapa bulan menjelang penarikan penuh pasukan AS.

Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir di Irak, termasuk sejumlah besar polisi Irak.

Sebanyak 211 orang tewas dalam kekerasan pada April saja, menurut data resmi.

Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan pada 2010, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008.

Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus 2010, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000. Sisa pasukan AS itu akan ditarik sepenuhnya pada akhir tahun ini.

Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam.

Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu.