Sanaa (ANTARA News) - Polisi menembak mati empat pemrotes anti-pemerintah dan mencederai puluhan orang Minggu di kota terbesar kedua Yaman, Taez, sebelah selatan Sanaa, kata beberapa petugas rumah sakit.

"Tiga demonstran tewas oleh tembakan polisi dan puluhan orang terluka, beberapa dalam keadaan serius" dalam insiden di luar sebuah kantor polisi, kata seorang petugas medis.

Satu sumber medis lain mengatakan, satu demonstran lagi ditembak mati di Lapangan Tahrir yang berdekatan di kota itu.

Sebuah komite kelompok "Pemuda Revolusi" mengatakan, sekitar 3.000 orang berkumpul di luar kantor polisi itu untuk menuntut pembebasan seorang pemrotes yang ditahan oleh pasukan keamanan.

Menurut komite itu, polisi semula melepaskan tembakan ke udara namun kemudian menembaki massa ketika demonstran menolak untuk pergi.

Pasukan keamanan bantuan dikirim ke lokasi itu serta Lapangan Tahrir, dimana aksi duduk dilakukan untuk menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh.

Saleh, yang telah berkuasa selama 33 tahun, menghadapi protes sejak Januari untuk menuntut pengunduran dirinya, yang disambut dengan tindakan keras aparat keamanan.

Kelompok suku yang setia pada pemimpin oposisi kuat Sheikh Sadiq al-Ahmar terlibat dalam pertempuran dengan pasukan pemerintah di Sanaa yang menewaskan puluhan orang sejak Senin.

Bentrokan antara pasukan keamanan dan pengikut Ahmar meletus di ibu kota itu setelah Saleh menolak menandatangani sebuah perjanjian transisi yang ditengahi negara-negara Teluk yang menetapkannya meninggalkan kekuasaan dalam waktu 30 hari.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 180 orang.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini, demikian AFP melaporkan.