Dubai (ANTARA News) - Cabang Al-Qaeda di Irak mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom mobil bunuh diri yang menewaskan 24 polisi dan mencederai 72 orang pekan lalu di Hilla, sebelah selatan Baghdad, kata kelompok pemantau Intelijen AS SITE, Senin.

"Negara Islam Irak yang berafiliasi dengan Al-Qaeda mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom 5 Mei di kota Hilla di provinsi Babil, Irak, dalam sebuah komunike yang disiarkan di forum-forum jihad" pada Senin, kata SITE dalam sebuah pernyataan.

Serangan Hilla itu dilakukan hanya tiga hari setelah pendiri Al-Qaeda Osama bin Laden tewas dalam serangan pasukan komando AS di Pakistan.

Dalam pernyataannya, cabang Al-Qaeda di Irak mengisyaratkan bahwa serangan di Hilla itu dilakukan sebagai pembalasan atas kematian Osama.

Sabtu, Menteri Luar Negeri Irak Hoshyar Zebari mengatakan, Al-Qaeda "mungkin" berusaha melakukan pembalasan atas pembunuhan Osama dengan melancarkan serangan di Irak.

"Al-Qaeda masih ada di Irak dan terus melakukan operasinya di negara tersebut, maka pembalasan setelah pembunuhan bin Laden mungkin dilakukan," kata Zebari selama kunjungan ke Tunisia.

Pemboman 5 Mei di Hilla itu merupakan serangan paling mematikan di Irak sejak 29 Maret, ketika sekelompok orang bersenjata dan penyerang bom bunuh diri Al-Qaeda berhasil menyerbu kantor dewan provinsi di kota Tikrit, Irak tengah, menewaskan 58 orang.

Pernyataan "Negara Islam Irak" juga mengklaim bertanggung jawab atas 23 serangan lain di daerah-daerah sebelah selatan Baghdad antara 26 Maret dan 16 April.

Serangan-serangan itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang meningkat lagi di Irak dan terjadi beberapa bulan setelah penarikan pasukan AS.

Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir di Irak, termasuk sejumlah besar polisi Irak.

Sebanyak 211 orang tewas dalam kekerasan pada April saja, menurut data resmi.

Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan pada 2010, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008.

Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000. Sisa pasukan AS itu akan ditarik sepenuhnya pada akhir tahun ini.

Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam.

Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu, demikian AFP melaporkan.