Manama (ANTARA News) - Bahrain, Ahad, mengadili 21 orang yang sebagian besar aktivis Syiah, termasuk seorang pembangkang terkemuka, yang dituduh berusaha untuk menjatuhkan pemerintah dalam beberapa pekan demonstrasi Februari dan Maret.

Bahrain, kerajaan pulau yang diperintah Sunni, telah menindas demonstrasi yang meminta kebebasan politik yang lebih besar, monarki konstitusional dan diakhirinya diskriminasi sektarian.

Tindakan keras itu, di mana negara-negara Teluk tetangganya telah mengirim tentara untuk membantu pasukan Bahrain, telah meningkatkan ketegangan regional dengan Iran, yang Bahrain tuduh telah memanipulasi sesama aliran Syiahnya untuk meningkatkan pengaruhnya.

Mereka yang diadili Ahad menghadapi pengadilan campuran sipil-militer dimana para penuntut militer mengadili kasus di hadapan panel hakim satu militer dan dua sipil.

Mereka itu termasuk pembangkang Syiah Hassan Mushaimaa, pemimpin kelompok oposisi Haq yang menyerukan dijatuhkannya monarki Sunni al-Khalifa, dan Ebrahim Shareef, pemimpin kelompok Sunni sekuler Waad yang meminta monarki konstitusional tapi tidak ikut mereka yang ingin menggulingkan raja.

Kantor berita Bahrain menyebutkan para terdakwa itu dituduh terlibat dalam "upaya untuk menggulingkan pemerintah dengan paksa dan berhubungan dengan organisasi teroris asing yang bekerja untuk sebuah negara asing".

Kelompok-kelompok HAM mengatakan para terdakwa itu seharusnya diadili di hadapan pengadilan sipil, dan menyatakan pengadilan militer tidak memungkinkan terdakwa untuk membela diri mereka dengan lebih baik.

"Pengacara diminta kurang dari 24 jam sebelum pengadilan dimulai. Mereka tidak memiliki waktu untuk bersiap," kata Nabeel Rajab dari Pusat untuk Hak Asasi Manusia Bahrain pada kantor berita Reuters.

Media pemerintah menuturkan, orang-orang itu dituduh mengorganisir dan mengatur kelompok teroris yang ingin menjatuhkan pemerintah dan berhubungan dengan kelompok teroris di luar negeri yang bekerja untuk negara asing melawan Bahrain, di antara tuduhan-tuduhan lainnya.

Kantor berita pemerintah tidak mengatakan apakah penuntut militer meminta hukuman mati dalam kasus itu. Beberapa aktivis HAM menyatakan undang-undang anti-terorisme Bahrain dapat membuat mereka memenuhi syarat untuk mendapat hukuman mati jika diadili berdasar tuduhan-tuduhan yang sangat serius. Dari 21 terdakwa itu, tujuh diadili tanpa kehadiran mereka.

Kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional dan negara-negara Barat telah mengkritik pengadilan militer Bahrain segera setelah kekacauan oleh para demonstran yang sebagian besar Syiah.

Sebuah pengadilan Bahrain bulan lalu menjatuhkan hukuman mati pada empat orang setelah mereka diadili dalam pengadilan singkat atas tuduhan pembunuhan dua polisi dengan melindas mereka dengan mobil mereka.

Human Rights Watch yang bermarkas di New York mengatakan, Rabu, mereka telah menerima laporan yang dapat dipercaya bahwa satu dari 21 terdakwa itu, Abdulhadi al-Khawaja, telah dirawat di rumah sakit setelah dipukuli ketika dalam tahanan.

Bahrain membantah ada penyiksaan di penjaranya dan menegaskan semua tuduhan itu akan diselidiki.

Manteri untuk Urusan Islam dan Kehakiman Sheikh Khaled bin Ali al-Khalifa menolak kecaman dan menyatakan bahwa menurut undang-undang darurat perang Bahrain, semua tersangka bahkan akan mendapatkan pengadilan yang adil dan akan memiliki hak untuk naik banding terhadap putusan pengadilan.

"Bahrain ingin menghormati kewajiban internasionalnya dan perjanjian hak asasi manusianya," ujarnya dalam pidato yang diangkat oleh media pro-pemerintah, Ahad.