Damaskus (ANTARA News) - Suriah membebaskan pembangkang ternama Riad Seif dengan jaminan, Minggu, sambil menunggu persidangannya, setelah ia ditahan bulan ini atas tuduhan melanggar larangan protes, kata aktivis HAM Abdul Karim Rihawi.

Rihawi, ketua Liga Hak Asasi Manusia Suriah, mengatakan kepada AFP, pengadilan banding mengukuhkan putusan pengadilan lebih kecil yang membebaskan Seif, mantan anggota parlemen yang menjadi tokoh utama dalam gerakan oposisi Suriah.

Seif ditahan tak lama pada Februari 2006, hanya sebulan setelah menghabiskan waktu lima tahun di dalam penjara atas tuduhan berusaha mengubah konstitusi dengan cara-cara tidak sah.

Pada Februari 2001, ia ditangkap bersama sembilan tokoh lain oposisi setelah apa yang disebut "Musim Semi Damaskus", masa singkat pembebasan yang berlangsung setelah Presiden Bashar al-Assad berkuasa.

Seif juga dipenjarakan selama dua setengah tahun dari Januari 2008 karena menyerukan "demokrasi" di Suriah.

Ia termasuk dalam kelompok 12 tokoh oposisi ternama Suriah yang menandatangani "Deklarasi Damaskus" yang menyerukan reformasi demokrasi di negara otokratis Arab itu.

Sementara itu, Minggu, sedikitnya tujuh warga sipil tewas ketika pasukan Suriah membom kota Tel Kelakh dekat perbatasan dengan Lebanon untuk menumpas protes pro-demokrasi, kata kelompok aktivis.

Pemboman dipusatkan di daerah-daerah al-Burj, Ghalioun, Souk dan Mahata, kata Komite Koordinasi Lokal dalam sebuah pernyataan.

Suriah sejak pertengahan Maret dilanda protes yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menuntut reformasi besar-besaran di negara yang dikuasai Partai Baath selama hampir 50 tahun itu.

Kelompok-kelompok HAM menuduh pasukan keamanan Suriah membunuh ratusan warga sipil dalam penumpasan terhadap demonstrasi damai.

Menurut mereka, ribuan orang Suriah ditangkap dan puluhan orang hilang setelah demonstrasi menuntut kebebasan politik dan diakhirinya korupsi meletus hampir enam pekan lalu.

Pemerintah mengumumkan serangkaian langkah reformasi dalam upaya menenangkan pemrotes, termasuk pembebasan tahanan dan rencana membuat undang-undang baru mengenai media dan perizinan bagi partai politik.

Presiden Bashar al-Assad juga memutuskan mencabut undang-undang darurat, yang disusun pada Desember 1962 dan diberlakukan sejak Partai Baath berkuasa pada Maret 1963.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Suriah, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.

Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka, demikian Reuters melaporkan.