Dakar (Fokus/ANTARA News/AFP) - Bentrokan senjata antara tentara dan gerilyawan Tuareg di Mali utara memaksa 195.000 orang mengungsi sejak pertengahan Januari, demikian pengumuman kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) urusan pengungsi (OCHA).
"Jumlah orang yang mengungsi akibat konflik itu terus meningkat, dan kini mencapai 195.000 orang meninggalkan negara itu," kata satu pernyataan dari kantor itu.
Para pengungsi sebagian besar pergi ke Mauritania, Niger, Burkina Faso dan Aljazair.
Pemberotnak Tuareg melancarkan serangan terbesar mereka sejak pemberontakan pada 2009 ketika mereka menuntut otonomi di wilayah utara yang luas negara itu, dan melancarkan beberapa serangan ke kota-kota di wilayah itu sejak pertengahan Januari.
Ada laporan tentang pembunuhan, dan kematian para warga sipil dan tentara dalam pertempuran itu.
Banyak pengungsi yang melarikan dari negara itu menghadapi kekurangan makanan akibat curah hujan yang berkurang, hasil panen yang berkurang dan harga pangan yang tinggi.
Tuareg yang merupakan masyarakat yang suka berpindah-pindah yang berjumlah sekitar 1,5 juta jiwa terdiri atas beberapa suku yang tersebar antara Aljazair, Burkina Faso, Libya, Niger dan Mali.
Mali dan Niger dilanda pemberontakan ketika suku Tuareg berperang bagi pengakuan identitas mereka dan satu negara merdeka tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an, dengan pemberontakan meletus kembali antara tahun 2006 dan 2009.
Banyak warga Tuareg pergi ke Libya, di mana mereka kemudian berperang membantu pemerintah Muamar Gaddafi, tetapi setelah kematian pemimpin Libya itu pada Oktober 2011, maka mereka pulang, Sejumlah dari mereka membawa senjata-senjata berat.
Editor : Jendri Frans Mamahit
Daftar Jenderal Asing SS
4 bulan yang lalu
0 komentar:
Posting Komentar