FOKUS INTERNATIONAL KEMBALI HADIR UNTUK PARA PEMBACA SEKALIAN

jual beli liberty reserve, jual beli paypal

Jumat, 23 Maret 2012

Jenewa (Fokus/ANTARA News) - Sri Lanka harus menjamin bahwa prajurit yang melakukan kejahatan perang selama tahap-tahap akhir perangnya terhadap pemberontak Tamil diadili, kata Dewan Hak Asasi Manusia PBB, Kamis.

Meski tim besar 70 orang dari Kolombo melakukan lobi gencar, dewan yang bermarkas di Jenewa itu tetap mensahkan sebuah resolusi yang diajukan AS yang mendesak pemerintah Sri Lanka melaksanakan rekomendasi komisi penyelidik resmi Sri Lanka, lapor Reuters.

Komisi itu menyerukan agar prajurit yang bersalah dalam hal itu diadili.

Sebanyak 24 anggota Dewan HAM PBB mendukung resolusi itu, sementara 15 menentangnya, termasuk Kuba, Rusia dan China, karena mereka menganggap resolusi itu sebagai upaya campur tangan dalam permasalahan dalam negeri Sri Lanka. Delapan negara abstain dalam pemungutan suara itu.

Duta Besar AS Eileen Chamberlain Donahoe mengatakan kepada dewan itu, resolusi tersebut "beralasan, konstruktif dan disusun secara hati-hati sesuai dengan kebutuhan keadaan", namun utusan presiden Sri Lanka untuk masalah HAM menyebutnya sebagai kontra-produktif.

"Setelah kekerasan dan keadaan tidak stabil selama 30 tahun, kami mencapai stabilitas dan perdamaian. Kami perlu diberi waktu untuk memperkuat kemajuan jelas yang dicapai dalam masa singkat tiga tahun," kata Mahinda Samarasinghe yang memimpin delegasi Kolombo pada sidang itu.

Militer Sri Lanka pada pertengahan Februari mengumumkan pembentukan sebuah panel yang beranggotakan lima orang untuk menyelidiki tuduhan kejahatan perang terhadap pasukan, termasuk eksekusi tahanan seperti yang diklaim oleh televisi Saluran 4 Inggris.

Penyelidikan itu merupakan langkah besar pertama oleh angkatan bersenjata Sri Lanka, yang sejauh ini menekankan bahwa pasukan pemerintah tidak membunuh satu warga sipil pun ketika menumpas separatis Macan Tamil dalam ofensif yang berakhir pada Mei 2009.

Militer mengatakan, penyelidikan itu diperintahkan setelah panel bentukan pemerintah, Komisi Pengkajian dan Rekonsiliasi (LLRC) yang bertugas menyelidiki mengapa gencatan senjata 2002 runtuh, mengatakan bahwa warga sipil tewas akibat aksi militer.

Pasukan Sri Lanka meluncurkan ofensif besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak LTTE pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut.

Namun, kemenangan pasukan Sri Lanka atas LTTE menyulut tuduhan-tuduhan luas mengenai pelanggaran hak asasi manusia.

Pada September, Amnesti Internasional yang berkantor di London mengutip keterangan saksi mata dan pekerja bantuan yang mengatakan, sedikitnya 10.000 orang sipil tewas dalam tahap final ofensif militer terhadap gerilyawan Macan Tamil pada Mei 2009.

Pada April, laporan panel yang dibentuk Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mencatat tuduhan-tuduhan kejahatan perang yang dilakukan kedua pihak.

Sri Lanka mengecam laporan komisi PBB itu sebagai "tidak masuk akal" dan mengatakan, laporan itu berat sebelah dan bergantung pada bukti subyektif dari sumber tanpa nama.

Sri Lanka menolak seruan internasional bagi penyelidikan kejahatan perang dan menekankan bahwa tidak ada warga sipil yang menjadi sasaran pasukan pemerintah. Namun, kelompok-kelompok HAM menyatakan, lebih dari 40.000 warga sipil mungkin tewas akibat aksi kedua pihak yang berperang.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei 2009 mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

PBB memperkirakan, lebih dari 100.000 orang tewas dalam konflik separatis Tamil setelah pemberontak Macan Tamil muncul pada 1972.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. Mayoritas penduduk Sri Lanka adalah warga Sinhala.


Editor : Jendri Frans Mamahit

0 komentar:

Posting Komentar