FOKUS INTERNATIONAL KEMBALI HADIR UNTUK PARA PEMBACA SEKALIAN

jual beli liberty reserve, jual beli paypal

Selasa, 20 Maret 2012

Mogadishu (Fokus/ANTARA News) - Sedikitnya enam warga sipil Somalia tewas setelah mortir menghantam kamp pengungsi di dekat istana presiden di Mogadishu, ibu kota Somalia, kata sejumlah saksi, Senin.

"Seorang ayah, ibu dan dua anak mereka tewas, setelah sebuah mortir menghantam tempat mereka, dan satu mortir lagi menewaskan dua warga sipil lain," kata Abdiwahid Mohamed, seorang saksi, lapor AFP.

"Orang sedang tidur ketika bom-bom mortir mulai berjatuhan," kata Kolonel Bare Mohamed, seorang pejabat keamanan pemerintah.

"Serangan itu menewaskan sejumlah warga sipil di sebuah kamp dekat istana presiden," katanya, dengan menambahkan bahwa penyelidikan masih dilakukan mengenai siapa yang menembakkannya.

Sejumlah orang cedera dalam serangan Minggu tengah malam, dan menurut para saksi, beberapa bom ditembakkan dalam serangan itu.

"Sedikitnya enam mortir menghantam lokasi sekitar kamp itu, dan tiga diantaranya menghantam bagian dalam yang menewaskan tiga orang -- selain korban tewas, tujuh orang juga cedera," kata Muktar Ali, seorang saksi.

Belum ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, yang diyakini ditujukan pada istana presiden.

Pada 14 Maret, serangan bom bunuh diri menewaskan sedikitnya lima orang di dalam kompleks istana presiden di Mogadishu.

Gerilyawan Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu namun menyebut jumlah korban tewas 17 dan 30 orang cedera.

Meski Al-Shabaab menarik diri dari Mogadishu pada Agustus 2011 dan pasukan Uni Afrika mengamankan daerah yang ditinggalkan kelompok gerilya itu, kota pesisir tersebut masih tetap rawan serangan-serangan bom.

Sejak mundur dari Mogadishu pada Agustus 2011, Al-Shabaab mendapat tekanan yang meningkat di Somalia tengah dan selatan dari pasukan Ethiopia dan Kenya yang berperang bersama pasukan pemerintah Somalia dan milisi pro-pemerintah.

Pasukan AMISOM yang berkekuatan 10.000 orang berperang untuk mengamankan Mogadishu, enam bulan setelah Al-Shabaab meninggalkan pangkalan mereka di sana dan melakukan perang gerilya, termasuk serangan-serangan bom bunuh diri dan bom mobil.

Al-Shabaab yang bersekutu dengan Al-Qaida mengobarkan perang selama beberapa tahun ini dalam upaya menumbangkan pemerintah sementara Somalia dukungan PBB yang hanya menguasai sejumlah wilayah di Mogadishu.

Nama Al-Shabaab mencuat setelah serangan mematikan di Kampala pada Juli 2010.

Para pejabat AS mengatakan, kelompok Al-Shabaab bisa menimbulkan ancaman global yang lebih luas.

Al-Shabaab mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kampala, ibukota Uganda, pada 11 Juli yang menewaskan 79 orang.

Pemboman itu merupakan serangan terburuk di Afrika timur sejak pemboman 1998 terhadap kedutaan besar AS di Nairobi dan Dar es Salaam yang diklaim oleh Al-Qaida.

Washington menyebut Al-Shabaab sebagai sebuah organisasi teroris yang memiliki hubungan dekat dengan jaringan Al-Qaida pimpinan Osama bin Laden.

Milisi garis Al-Shabaab dan sekutunya berusaha menggulingkan pemerintah Presiden Sharif Ahmed ketika mereka meluncurkan ofensif mematikan pada Mei dua tahun lalu.

Mereka menghadapi perlawanan sengit dari kelompok milisi pro-pemerintah yang menentang pemberlakuan hukum Islam yang ketat di wilayah Somalia tengah dan selatan yang mereka kuasai.

Al-Shabaab dan kelompok gerilya garis keras lain ingin memberlakukan hukum sharia yang ketat di Somalia dan juga telah melakukan eksekusi-eksekusi, pelemparan batu dan amputasi di wilayah selatan dan tengah.

Somalia dilanda pergolakan kekuasaan dan anarkisme sejak panglima-panglima perang menggulingkan diktator militer Mohamed Siad Barre pada 1991. Selain perompakan, penculikan dan kekerasan mematikan juga melanda negara tersebut. 


Editor : Jendri Frans Mamahit

0 komentar:

Posting Komentar